Wednesday, February 20, 2019

Goa Selomangleng Kediri

Assalammualaikum Wr.Wb.
Salam Ba'da Isya dari Ibu Kota

Harusnya setiap kegiatan yang gue lakukan, udah gue buat diarynya, tapi baru ini berniat menyusunnya di blog. Sekarang gue mau cerita soal destinasi wisata pertama yang gue kunjungi saat program internsip di Pare, Kediri. Jadi, emang setiap hari libur yang gue punya saat merantau, gue harus punya kegiatan yang produktif, salah satunya yang sering gue lakukan adalah jalan-jalan, kemana pun!

Saat itu,
1 Januari 2018
Tepat Hari Libur Tahun Baru

Pas banget gue libur post jaga ruangan, alhasil gue ngajak teman se-isip yang libur, yaitu para internsip yang sedang stase puskesmas ( Arin -  Nina - Bayu - Fahmi ) di Ngadiluwih. Jadi, gue berkendara motor dari Pare ke rumah Arin di Kediri, kira-kira 30 menit lama perjalanan. Kala itu kami bingung harus cari liburan kemana, karena bertepatan dengan hari libur nasional, sehingga pasti kemana-mana ramai sekali. Akhirnya memutuskan pergi ke Goa Selomangleng, Kediri. Lama perjalanan dari Kota Kediri hingga ke Goa Selomangleng saat itu kira-kira 20 menit. 

Sesampainya di sana, padat merayap! 
Biaya tiket masuk Rp 4000,-
Wisata bersejarah milik Kediri yang murah meriah, sehingga mungkin menjadi destinasi keluarga yang diminati.

Saat berkeliling, banyak sekali pedagang kaki lima di dalamnya, beraneka ragam yang dijual, dari makanan hingga buah kenangan. Di sana nampak Goa Selomangleng yang disebut-sebut sebagai simbol utamanya. Akhirnya naiklah kita ke sana, tidak mendapati spot foto yang pas, akhirnya kita menelusuri jalan-jalan setapak kecil yang masih dengan dasar tanah, menanjak lalu turun agak terjal, dan mendapati view indah, seperti bukit-bukit New Zealand kecil-kecilan haha, disertai nampak penggembala domba di sana serta udara sejuk dan angin yang lumayan kencang. Not bad lah ya!






 Beliau yang berfoto bersama gue, sudah menggembala domba di sini selama >15th. Beliau merasakan kenyamanan dengan mata pencahariannya di sana, sebab domba-domba dapat mencari makan di tempat yang luas ini. Kemudian, di sini juga ada spot foto pohon-pohon yang berjajar, sehingga bagus untuk latar foto.

 Letak Goa Selomangleng ini di kaki Gunung Klotok, Kediri. 
Disarankan ke tempat wisata seperti ini, di luar hari libur nasional haha

Sekian, Terima Kasih!
Sampai bertemu di lain waktu wahai Kota Kediri

Wassalammualaikum Wr.Wb.

Saturday, February 16, 2019

Instagram Detox?

Assalammualaikum Wr.Wb.
Salam Insom dari 12550.

Tiga bulan ini, Allah beri nikmat kekosongan waktu dari bekerja untuk istirahat dan memanfaatkan waktu lebih banyak dengan keluarga dan teman dekat. Seharusnya setiap kali pertemuan ada rasa puas dan bersyukur, namun mengapa akhir-akhir ini menjadi semakin penurunan kualitas diri? Penurunan kualitas diri, seperti apa?

- Berkurangnya rasa syukur, kenapa gitu? Karena gue ngerasa kok dengan mudahnya membandingkan diri gue dengan kehidupan orang lain. Padahal setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dengan jatahnya masing-masing, dengan zonanya masing-masing.

-   Tertundanya pekerjaan lain. Hmm. Kok yang seharusnya gue bangun tidur langsung ambil air wudhu, kenapa jadi langsung buka HP ya? Segitu pentingnya benda tsb? Kok target mengulas segala kegiatan rutin di blog jadi tertunda berbulan-bulan ya. Kenapa pita suara ini sudah lama tidak menyuarakan ayat-ayat Qur'an? Kenapa buku toefl di ruang tamu jadi tidak tersentuh? Kenapa dan kenapa?

-    Berkurangnya kualitas silaturahmi. Intinya itu kan ketemu, terus update kehidupan satu sama lain, kok malah lupa sih mau nanya ini, mau nanya itu soal dia. Apa yang salah ya?

-    Meningkatnya prasangka buruk serta membicarakan kehidupan orang lain yang seharusnya bukan menjadi ranah kita. Setiap liat beberapa orang meng-update kehidupan media sosialnya, pikiran gue jadi mengarah ke hal yang negatif, jangan-jangan dia seperti ini karena ini, menjadi menduga yang tidak-tidak. Oh, dia sekarang sama si subjek ini, kok bisa ya? Astaghfirullah. Gue ini kenapa sih?

-    Menimbulkan rasa riya' atau sombong. Lagi makan enak, senang-senang, asik main, terus mereka yang melihat dan sedang sedih gimana ya? gimana kalau yang lihat sedang dalam kondisi terpuruk? gimana kalau gue di posisi mereka? ya di balik seperti poin pertama, menurunnya kualitas bersyukur.

-    Menjadi candu untuk suatu hal yang tidak perlu. Bangun tidur harus update, sedang luang malah berjam-jam melihat layar HP. Padahal dengan berjam-jam itu banyak hal yang bisa dilakukan. Candu banget sih woi. hmm

-   Mengumbar privasi. Yang seharusnya orang lain tidak ikut andil dalam hidup pribadi kita, mereka jadi ikut mengintervensi, sehingga membuat penyakit hati tambahan. Bukannya nambah solusi dan pahala, malah nambah dosa.

***

Jadi, ternyata benar adanya penurunan kualitas diri gue sebagai hamba Allah. Ga cuma dari segi ibadah wajib deh, untuk segi interaksi sosial dengan keluarga inti dan teman dekat jadi terganggu, segi mental gue juga terganggu.

Masya Allah, bukan berarti gue nyalahin keberadaan dari Instagram sih. Dari media sosial ini kita menjaring banyak informasi, yang baik maupun yang buruk, serta fakta ataupun hoax ada semua di sana. Sehingga bagaimana kita menggunakannya secara bijak. Oleh karenanya, secara pribadi, gue mulai mengalami kecanduan akan penggunaan media sosial ini, serta mengalami penurunan kualitas diri yang gue sebutkan sebelumnya, maka tepat Selasa, 12 Februari 2019 gue memutuskan untuk men-deactivate akun Instagram.

Sehari setelahnya, beberapa teman gue nge-DM, kok IG lo gini?
Gue jelasin kalau gue lagi belajar vakum dari instagram yang menurut gue sudah membuat penurunan kualitas diri. Target gue ga muluk-muluk sih, gue rencana deactivate selama 2 minggu, semoga bisa lebih, lebih bagus lagi kalau nantinya bisa beradaptasi untuk menggunakan instagram 2x/seminggu misalnya. Untuk sementara ini, gue bener-bener harus meng-cut kebiasaan tsb.

Dan ada yang bertanya, kenapa harus deactivate sih? Kan bisa cuma ga dibuka aja?
Pilihan gue adalah deactivate plus uninstall aplikasi. Karena kalau aplikasi ini masih ada di hadapan gue, dan gak gue deactivate, maka lahirlah ketidak istiqomah an diri. Jadi karena hanya dengan cara tsb, gue bisa survive tanpanya. Ini kan cara gue. Terserah pribadi masing-masing sih. Ada juga bahkan yang menghapus akun. Salah kah? Menurut gue sih gak sama sekali, hidup yang ngejalanin lo, konsekuensi lo ambil sendiri, ya silakan-silakan aja. 

Kadang bersikap cuek itu perlu sih. Supaya kita ga terlalu memikirkan apa kata orang. Sebab yang tahu kan diri kita sendiri, mereka cuma tahu luarnya aja. Chill.

Oiya, balik lagi ke topik utama. Baru jalan empat hari tanpa instagram, dan gue ngerasa aman, nyaman, tenteram, damai, tanpa harus tahu kehidupan orang lain. Gue mulai menata kehidupan nyata ini. Bismillah....

Itulah opini gue, yang sedang gue jalani sekarang. Sorry kalau ada salah kata yaw. Ini sekedar opini pribadi gue aja. Jangan dimasukkin hati hahah. 

Jadi semua manusia dilahirkan di dunia, menjadi pemimpin untuk dirinya masing-masing, ketika sudah bisa menjadi pemimpin untuk dirinya, maka silakan jadi pemimpin di ruang lingkup pilihannya masing-masing.

Wassalammualaikum Wr.Wb.

Friday, February 15, 2019

Tujuh Tahun?

Assalammualaikum Wr.Wb.
Salam senja dari Ibu Kota.

Motivasi kembalinya gue untuk mereview segala kegiatan yang tidak sempat terulas di blog gue, salah satunya karena gue sedang melakukan hal kekinian, yaitu instagram detox. ( Alasan kenapa gue ingin melakukan hal kekinian tsb, akan gue bahas setelah postingan ini )

Gue mulai merantau jauh dari rumah, saat gue keterima di FK Univ.Brawijaya, Malang ( tujuh thn lalu ). Awal merantau bukan hal yang mudah sih buat gue, karena gue terbiasa di rumah bareng orang tua dan adik ( jadi ada subjek yang diajak komunikasi dan sharing satu sama lain ), terbiasa makan minum tersedia lengkap di rumah, terbiasa semua serba ada tanpa usaha lebih, misal mau cuci baju tinggal masukin ke mesin cuci, mau makan tinggal buka lauk yang ada atau kalau gada lauk, gue bisa masak bahan-bahan di rumah. Sebenarnya, kira-kira sepuluh tahun lebih udah gada mbak ART yang serba ada bantuin keluarga, sebenarnya keluarga gue udah melakukan segala pekerjaan rumah tangga itu secara mandiri, saling membagi tugas. Berarti, seharusnya gue bisa dong jadi anak rantau?

Ternyata, menjadi anak rantau yang sesungguhnya, alias literally merantau, itu ga mudah sih ( buat gue ). Pertama kali datang ke Malang, gue masih tinggal di rumah tante selama 1-2 minggu, sampai gue menemukan kosan yang dekat dengan kampus. Gue jadi tahu, OH...Gini ya rasanya cari kosan! Hmm capek haha ( capeknya ga sebanding sama capeknya orang tua mengorbankan segalanya buat gue sih, tapi ya namanya anak muda ). Apalagi kala itu, masih bolak-balik pakai angkutan umum, gada tuh namanya Abang Ojek Online kayak sekarang ini haha.

Yep. Kos pertama gue ada di daerah dekat Malang Town Square. Ternyata saat pertama kali gue menempati kosan ini, kondisinya masih dalam renovasi, sehingga menurut gue, ventilasi saat itu kurang bagus, jadi terasa lembab. Alhasil selama enam bulan gue ngekos disana, ibaratnya gue cuma numpang taruh barang, hidup gue selebihnya nginep di kontrakan atau rumah tmn gue. Masya Allah rasanya enam bulan terombang ambing sama kondisi kosan, belum lagi sama dunia perkuliahan, adaptasi dengan berbagai karakter dari berbagai daerah, adaptasi sebagai hidup mahasiswa yang notabene beda jauh sama kehidupan anak sekolah, yang hidupnya tinggal mengikuti alur dan mengimprovisasinya, sedang sebagai mahasiswa, hidup kita bener-bener diuji dan harus mengimprovisasi sendiri. Di sinilah, fase hidup dewasa muda gue dimulai, perjuangan mencari ilmu demi masa depan dan yang menjadi motivasi utama gue saat itu cuma ayah dan ibu.

Selama enam bulan pertama tuh rasanya....masya Allah, kok gue ngeluh terus ya. Belum nemu atmosfer yang pas buat gue belajar dan bersosialisasi. Sering banget gue ngeluh cuma perkara, gue harus beli makan dimana ya, harus beli galon dimana, harus laundry dimana, harus beli bahan bulanan dimana ya, argh.....anak rantau.

Sering banget tuh, tiap abis solat, gue nangis, cuma bisa ngeluh via telepon ke ayah dan ibu. 
Pesan ayah dan ibu sampai saat ini masih sama.

"Di saat jenuh hampa galau, jadikan Allah sandaran hati, perbanyak zikir doa dan jangan lupa akan ibadah wajibnya, di kala suntuk sesak lelah, ingat apa yang kamu lakukan adalah ibadah mencari karena Allah, intinya jadikan Allah sandaran hati kita, in syaa Allah semua akan dilalui dengan sangat baik. Bahwasanya Allah tidak akan menguji umatNya diluar kemampuannya. Bismillah solawat ya Nak"

Bahkan sampai-sampai, ayah mengirimkan email motivasi saat itu.

"Maaf ya kamu harus berjuang sendiri di sana, doa ayah dan ibu serta adik menyertai selalu"

Masya Allah. Sudah diberi nikmat seperti ini kok gue masih ada ngeluh sih. Malu dong! 
Teringat, ada sahabat yang ingin sekali berada di posisi gue, yaitu diberi nikmat untuk mempelajari anatomi dan fisiologi tubuh manusia seutuhnya. Astaghfirullah. Kok gue masih ngeluh ya.

Kata-kata ibu menguatkan selalu.
"Gapapa ya, namanya juga baru merantau, adaptasi itu biasa adanya, yang penting selalu berdoa untuk maju bersama Allah"

Lagi-lagi gue dilempari senjata yang begitu kuat.

Enam bulan berlalu,alhamdulillah gue nemu kosan yang lebih proper, alhamdulillah perlahan-lahan gue udah terbiasa dengan kehidupan sendiri, perlahan-lahan gue mulai mencari teman dekat untuk sekedar sharing, bahu membahu dalam hal kuliah dan kehidupan perantauan ini.

Setahun pertama gue kuliah, gue belum berani masuk organisasi kampus, karena masih dalam zona nyaman dengan teman sekelas, dan kehidupan yang kuliah main pulang.

Karena gue tuh orangnya sangat mudah bosan, akhirnya gue mulai tertarik untuk keluar dari zona nyaman, gue mulai ikut organisasi Lembaga Kesehatan Mahasiswa ( Lakesma ) dan MSCIA. Serangkaian kegiatan wajib diikuti untuk anggota baru. Waw. Gue seneng banget seriously. Kenapa gak dari awal aja ya, gue mulai ikut organisasi hmm... Tapi sejujurnya gue gak terlalu aktif di MSCIA, karena gue orangnya gak bisa bercabang, jadi fokus gue ke Lakesma.

Relasi dengan orang-orang baru mulai terjalin. Semakin menemukan inner circle yang pas buat gue. Ikut berbagai kegiatan sosial, mulai dari pemeriksaan kesehatan gratis, penyuluhan, sunatan massal, bakti sosial. Akhirnya gue pun mendaftar sebagai staf di kepengurusan. Senangnya ada aktifitas baru yang membuat gue produktif selain kuliah.

Selain mengikuti organisasi, gue juga mencoba berkecimpung ke dunia kepanitiaan di acara-acara kampus, yang sering gue tekuni adalah di bidang publikasi dokumentasi dekorasi dan multimedia. 

Empat tahun tepat gue selesai menjalani dunia pre-klinik. Dunia belajar di kelas, praktikum di lab, mengikuti alur ujian dan lain-lain. Selamat datang di dunia co-ass.

Empat tahun dengan segala hal jahiliyahnya haha, terlewati. Mulai ketar ketir lagi dengan dunia co-ass, yang saat itu kabar anginnya, menjadi posisi terbawah di RS hahah.

Baik. Mari beradaptasi lagi dengan dunia baru. ( yang pasti belum dunia yang sesungguhnya )

Co-ass. 
Mulai mengikuti serangkaian jadwal yang dibuat RS, mengikuti shift jaga, jadwal operasi, ilmiah, bisa tiga puluh enam jam hidup di RS atau bisa juga lebih kalau mau haha.

Lagi-lagi, gue ngeluh capek.
Dan gue diingatkan oleh salah satu mbak laundry langganan gue.
"Semangat ya, orang tua nya mbak ocha jauh lebih capek lho menafkahi segalanya, bismillah ya"

Masya Allah. Rasanya hati ini kayak ditunjem besi dari berbagai arah. Sesak. Perih. Tapi benar adanya.

Ujian skill dan teori di setiap stase RS, disertai tugas-tugas ilmiah.

Dua tahun selesai sudah.

Total pendidikan enam tahun, sudah termasuk gue exit exam kedokteran.

Masuklah dunia dokter internsip.
Satu tahun.
Ini pun gue internsip di Pare, Kediri. 
Tidak se-ibu kota Malang Raya. 
Mau makan wah, harus 30-35 menit lah ke Kota Kediri.
Dinikmati :)

Total Tujuh Tahun.
Gue berhasil merantau tujuh tahun. Ditambah lagi setahun, per Maret 2019 ini gue in syaa Allah bakal merantau ke Indonesia Timur. Pray for me!

Semoga 2020 gue udah ga merantau lagi ya, kasian ayah dan ibu, ditinggal sulungnya merantau terus haha.

***

Apa aja sih yang gue lakuin pas gue bosen merantau?
1. Jalan-jalan dong!

Gue suka banget jalan-jalan ke alam! Ke gunung, pantai, air terjun.
Gue juga suka kulineran, cari kuliner yang murmer aja, ga mesti wah, kayak jagung bakar, ronde, tahwa, pisang bakar
Gue juga suka jalan-jalan ke mall, sekedar lihat-lihat aja, ga mesti beli, ujung2nya beli makanan sih
Gue juga suka jalan-jalan ke museum atau taman kota, sekedar menikmati angin sore haha
Gue juga suka random keliling-keliling motoran sendirian, cari udara segar sambil hunting foto ehe

2. Baca buku

Gue suka baca buku, jadi kadang me time ke toko buku. Atau gue browsing buku-buku gratisan gtu.

3. Olahraga

Gue suka banget bulutangkis! kalo lagi ada temen aja sih, kadang suka banyak yang gabisa, jadi ya jogging atau jalan santai gtu

4. Leha-leha dikosan+Nonton Film

Kalo lagi mager kemana-mana nih, gue sering ngendon di kos. Bikin mie, nonton apapun yang bisa menghibur pake wifi kosan.

5. Kerja Bakti Kosan

Kalo lagi rajin, mood gtu, gue bakalan ngosek WC, nyapu, ngepel, jemur, cuci-cuci. Have fun juga kok

6. Main ke rumah atau kos temen

Sekedar ngobrol-ngobrol, bahas soal, heart to heart, main games

7. Telponan sama orang rumah dong!haha

Ini kalo lagi butuh moodbooster banget nih haha, sama ngabarin apa yang udah tercapai selama merantau

Ya kira-kira itu gambaran biar ga bosen aja lo merantau.
Dari merantau ini, banyak hal positif yang gue dapet sih.
- Menjadi manusia yang mandiri, mudah muhasabah diri
- Lebih bisa menjadi decision maker untuk hidup kita
- Lebih bisa menghargai waktu, teman
- Mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi 
- Wawasan dan relasi bertambah
- Banyak skill yang sebelumnya ga bisa kita lakuin, jadi bisa karena ngerantau, kalo gue pribadi, gue jadi bisa berenang loh! trus jadi bisa naik motor, bisa masak juga, banyak sih manfaatnya, asal kita tetap berpikir positif

Semangat terus untuk yang merantau untuk hal kebaikan! Senantiasa diberkahi dirahmati Allah, senantiasa dimudahkan dan disehatkan! Aamiin...

Wassalammualaikum Wr.Wb
Stay young, positive and healthy!